Kita lihat belakangan ini bagaimana banyak buruh yang menuntut hak pada pemerintah, karena kekurangan pemerintah dalam menunaikan hak mereka. Apakah karena sebab hak kita tidak diberikan membuat kita tidak perlu taat pada pemimpin? Bagaimana tuntunan Islam dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai hal ini?
Berikut hadits yang bisa kita perhatikan.
عَنْ عَلْقَمَةَ بْنِ وَائِلٍ الْحَضْرَمِىِّ عَنْ أَبِيهِ قَالَ سَأَلَ سَلَمَةُ بْنُ يَزِيدَ الْجُعْفِىُّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ يَا نَبِىَّ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ قَامَتْ عَلَيْنَا أُمَرَاءُ يَسْأَلُونَا حَقَّهُمْ وَيَمْنَعُونَا حَقَّنَا فَمَا تَأْمُرُنَا فَأَعْرَضَ عَنْهُ ثُمَّ سَأَلَهُ فَأَعْرَضَ عَنْهُ ثُمَّ سَأَلَهُ فِى الثَّانِيَةِ أَوْ فِى الثَّالِثَةِ فَجَذَبَهُ الأَشْعَثُ بْنُ قَيْسٍ وَقَالَ « اسْمَعُوا وَأَطِيعُوا فَإِنَّمَا عَلَيْهِمْ مَا حُمِّلُوا وَعَلَيْكُمْ مَا حُمِّلْتُمْ »
Dari ‘Alqomah bin Wail Al Hadhromi, dari ayahnya, ia berkata, Salamah bin Yazid Al Ju’fiy bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Nabi Allah, bagaimana pendapatmu jika ada pemimpin yang bisa menuntut hak mereka dan ia tidak menunaikan hak kami. Apa yang engkau perintahkan pada kami?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpaling darinya, lalu Salamah bertanya lagi untuk yang kedua kalinya atau ketiga kalinya sehingga Al Asy’ats bin Qois menarik Salamah, kemudian Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Patuh dan taatlah pada pemimpin kalian. Mereka akan mendapat dosa jika mereka tidak memenuhi hak kalian. Sedangkan kalian tetap jalankan kewajiban kalian (untuk taat dan patuh pada pemimpin, -pen).” (HR. Muslim no. 1846).
Beberapa faedah dari hadits di atas:
1- Tetap wajib taat pada pemimpin walau ia kurang dalam menunaikan hak kita. Ketaatan ini tetap dilakukan agar tidak mendaptkan mudhorot yang lebih besar.
2- Setiap pemimpin yang tidak menjalankan kepemimpinannya dengan benar akan dimintai pertanggungjawaban dari perbuatannya dan akan disiksa karena kelalaian yang ia lakukan.
3- Kurangnya pemimpin dalam menunaikan hak kita bukan berarti dibalas dengan kita tidak menunaikan kewajiban. Karena kesalahan tidaklah dibalas dengan kesalahan.
Hanya Allah yang memberi taufik.
—
Referensi:
Bahjatun Nazhirin Syarh Riyadhis Sholihin, Syaikh Abu Usamah Salim bin ‘Ied Al Hilali, terbitan Dar Ibnil Jauzi, cetakan pertama, tahun 1430 H, 1: 659-660.
—
Akhukum fillah,
Muhammad Abduh Tuasikal (Rumaysho.Com)
Diselesaikan di Jayapura, Papua di rumah tercinta, 29 Dzulhijjah 1434 H